Tuesday, September 24, 2013

Kamu dan Aku Adalah Beda, tapi Kita Adalah Sama

Tak perlu kamu menjadi dia atau mereka, tetaplah seperti itu.  

Tetaplah menjadi teka-teki yang tak dapat ku tebak meski sangat mudah tertebak.
Sebab mungkin saja hal itulah yang membuatku tetap berada di sampingmu.
Sungguh, aku tak akan mau menyelesaikan teka-teki ini.
Meski terkadang seseorang membisikkan jawaban atas teka-teki ini.
Namun tak akan pernah ku mau mendengarnya.

Anggap saja aku tak pernah mendengarnya
Peduli setan jika mereka mengatakan diriku tolol
Biarkan mereka menertawaiku, lalu aku akan menjadi orang tolol selamanya.

Biarkan aku tetap berada di halaman ini, dengan teka teki yang sama.
Tak perlu berpindah ke teka-teki yang lain, disini saja.
Biarkan ku tetap bersama teka-teki ini tanpa perlu kusudahi.

Ya, tetaplah seperti itu, disampingku selalu.
Sebab bisa jadi hal itulah yang membuat kita menjadi kita.
Dan tetaplah menjadi kita, agar tetap menjadi sama

Kamu dan aku adalah beda, tapi kita adalah sama.

Thursday, September 5, 2013

I'm back

Assalamu 'Alaikum Wr Wb.

Hello hullaaa hulla...
Hampir setaun saya minggat dari blog ini, lama juga yah. Dan banyak hal yang terlewatkan yang belum sempat kuceritakan kepada bloggy. So that, just wait for the next post guys! :)


Wednesday, December 5, 2012

[SALUT] Meski Dijajah, Tidak Ada Warga Palestina Yang Mengemis

AP/Andres Kudacki/zn
 Meskipun wilayah Palestina, khususnya Jalur Gaza, dijuluki sebagai penjara terbesar di dunia, namun penduduknya tegar. Wajah-wajah mereka ceria dan jauh dari mental pengemis. 

"Maaf Pak, ini uang kembalinya. Mungkin ada yang lebih berhak menerimanya," ujar Ahmad Gezawi, penjual air mineral di kedai mini di Kota Gaza, kepada Munawar Saman Makyanie dari Antara, Kamis (29/11).

Munawar memang sengaja membeli sebotol kecil air minum di kedai Ahmad dengan selembar uang senilai US$10 (sekitar Rp90.000).

Ketika Ahmad menyerahkan sisa uang kembalian, sambil senyum Munawar bilang, "Buat kamu saja ya." Tapi dengan ramah, pemuda lajang berusia 24 tahun itu menolaknya sembari minta maaf.

Transaksi jual-beli di Gaza menggunakan tiga mata uang asing, yaitu pound Mesir, dolar AS, dan shekel Israel. Palestina tidak memiliki mata uang karena masih berstatus sebagai jajahan Israel sejak 1967.

Ahmad merupakan cermin sebuah bangsa bermartabat. Kendati hidup di bawah jajahan Israel, mereka tetap tabah, tanpa pamrih dalam mencari sepotong roti alias 'sesuap nasi' dengan usaha sendiri.

"Kami dilatih bermental baja untuk hidup mandiri, tidak boleh mengemis,"
tutur Hesham Ahmad, penjual suvenir di Commodore Hotel, Gaza, tempat rombongan Indonesia menginap, dengan berapi-api.

"Kami memang butuh dukungan politik dan bantuan ekonomi internasional, tapi kami harus memperolehnya secara terhormat dan bermartabat. Kepala kami harus tetap tegak," katanya.

Bagi orang yang belum pernah ke Gaza pasti kaget dengan kenyataan ini bahwa
tidak satu pun warga Gaza meminta-minta dan mengemis di trotoar jalanan.

Seorang wartawan Mesir Hesham Zaki yang telah melakukan reportase di berbagai tempat di seantero Jalur Gaza mengakui kenyataan ini.

"Hampir tidak ada saya temui warga Gaza mengemis di trotoar jalanan. Suasana ini berbeda dengan Kairo, ibu kota negara saya," kata Hesham.

Penilaian senada dikemukakan Maryam Rachmayani, aktivis LSM Indonesia dari Adara Relief International.

"Saya kagum dengan warga Gaza. Setiap kali kami membagikan bantuan berupa tas dan peralatan sekolah anak-anak, ibu-ibu warga Gaza bersama anak-anak mereka yang berdiri di pinggir jalan dekat tempat pembagian tidak serta-merta datang meminta. Bahkan kami yang mendatangi mereka untuk memberikan paket tersebut," kata wanita setengah baya itu. (Ant/OL-5)
 sumber: 

http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2012/12/01/366969/39/6/Meski_Dijajah_tidak_Ada_Warga_Gaza_yang_Mengemis

Friday, November 9, 2012

Reza Artamevia - Dia


Kata demi kata terjalin dengan indah
Untuk menguraikan maksud hati
Kuberanikan diri untuk memulainya
Tapi mengapa bibirku tak dapat bergerak, terasa berat

Oh, malunya hati ini bila kuingat saat itu
Kami hanya saling berpandang dan terdiam terpaku
oh bulan hanya dirimu yang menyaksikan segalanya
Oh bulan tolonglah daku katakan padanya
Kucinta dia

Kuberanikan diri untuk memulainya
Tapi mengapa bibirku tak dapat bergerak, terasa berat

Oh, malunya hati ini bila kuingat saat itu
Kami hanya saling berpandang dan terdiam terpaku
oh bulan hanya dirimu yang menyaksikan segalanya
Oh bulan tolonglah daku katakan padanya
Kucinta dia

Malampun kian berlalu kami saling terpaku
Diam seribu bahasa hilang semua kata
Yang terangkaikan

Oh, malunya hati ini bila kuingat saat itu
Kami hanya saling berpandang dan terdiam terpaku
oh bulan hanya dirimu yang menyaksikan segalanya
Oh bulan tolonglah daku katakan padanya
Kucinta dia

Tuesday, November 6, 2012

Merantaulah!


By: Imam Asy-Syafi’i


Orang pandai dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Pergilah kau kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air yang diam menjadi rusak kerana diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih jika tidak kan keruh menggenang

Singa tak akan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika sahaja matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman
Orang-orang tidak akan menunggu saat munculnya datang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan

Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan
Jika dibawa ke bandar berubah mahal jadi perhatian hartawan.
—————————————————————–
(Diwan Imam Asy-Syafi’i, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i)

Sunday, November 4, 2012

Tes Kepribadian



Betulkah ini menggambarkan diriku?

03 November '12



Boleh jadi ini hanya menjadi cerita biasa bagimu, tapi tidak denganku. Boleh jadi ini hanya menjadi ingatan lalu bagimu, tapi tidak denganku. Tentang langkah kaki yang selalu beriring, aku selalu mengagungkannya!"

Tentang tawamu, candamu, tentang kekompakan yang selalu diselingi dengan pertengkaran-pertengkaran kecil. 
Oh indahnya dunia saat itu. Ketika diriku mulai disesakkan oleh problematika hidup, namun genggamanmu seakan menguatkanku. Aku tidak ingin melepaskan genggaman itu, sungguh!

Kini aku benci. Ya, Aku benci. Benci saat menyadari bahwa genggamanmu kini tak erat lagi. Benci saat duniaku tak lagi kau hangatkan dengan canda tawamu. Tak ada lagi pundakmu tempatku bersandar.

Waktu telah mengubah semuanya, tak terkecuali dirimu. Tak dapat kunafikan kehadiran jarak, ruang dan waktu kini menjadi lubang besar yang menjadi pemisah antara kita. Kau kini telah menggenggam tangan yang baru, pun dengan diriku. Lantas, haruskah genggamanmu ditanganku kau lepas begitu saja?

Sekeras apapun kau berusaha mematikan persahabatan ini, percayalah aku akan selalu menghidupkannya meski hanya dalam ruang kenangan.

TheSpeagezt 09