Tuesday, October 9, 2012

Phylosophy Of Education (Task 2)



Nama  : Nurul Inayah Khairaty
NIM     : 121 444 1034
Kelas    : Biology ICP B

Salah satu hasil pendidikan yang dapat kita lihat dan nikmati saat ini adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tak dapat disangsikan eksistensi dan kemajuan teknologi sangat membantu dalam kelangsungan hidup manusia, termasuk sebagai sarana untuk menghasilkan manusia yang terdidik. Dengan eksistensi teknologi tersebut manusia kini dituntut untuk cerdas,terampil, kreatif dan kompetitif. Namun, apakah dengan eksistensi dan kemajuan teknologi tersebut dapat dijadikan acuan keberhasilan dari suatu proses pendidikan?
Di berbagai media seringkali kita menyaksikan pejabat-pejabat tinggi negara yang terlibat dalam kasus KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme). Setelah tindak lebih lanjut ternyata pelakunya adalah mereka yang telah mengunyah, mengenyam dan menelan mentah-mentah pendidikan. Pernahkah Anda mendengar seorang lulusan SMP atau SMA melakukan korupsi? Jawabannya adalah hampir tidak ada. Justru mereka adalah orang-orang yang merupakan output  pendidikan yang memiliki pengetahuan melangit yang “katanya” juga lulusan terbaik dari perguruan tinggi terbaik pula. Tak jarang sebagian dari mereka sudah bergelar Prof atau Dr. Tapi bukankah mereka juga adalah hasil atau product pendidikan? Ironisnya, hal ini juga sering terjadi di lingkungan pendidikan (akademisi atau insan pendidik) yang notabene adalah tempat di mana transfer of  knowledge dan transfer of value berlangsung (meski terkadang value itu terlupakan).
Apa yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan gambaran hasil pendidikan bangsa kita selama ini. Majunya teknologi dan banyaknya sarjana sebagai output pendidikan adalah bukti nyata  dari proses pendidikan. Namun di sisi lain, banyaknya kaum intelek (sarjana) yang menganggur akibat “tidak layak pakai” seakan membuat kita “melek” bahwa pendidikan sebenarnya belum bisa menjamin masa depan kita.
Secara tidak langsung, hal-hal tersebut menyadarkan kita bahwa pendidikan selama ini hanya mengejar kuantitas tanpa kualitas. Saat kemajuan ilmu dan teknologi berkembang pesat secara kuantitatif, pendidikan justru terdegradasi secara kualitatif. Realitas ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang terabaikan sehingga mengurangi kebenaran pendidikan.

Bagaimana mengukur kebenaran pendidikan?
Pendidikan tak dapat diukur hanya dengan kacamata ijazah. Karena hal ini akan mereduksi kualitas pendidikan. Anak didik dituntut agar bisa mendapat nilai yang bagus dengan cara apapun, seperti  dalam pelaksanaan ujian nasional (meskipun dengan cara yang tidak jujur), padahal ijazah hanyalah formalitas bahwa seseorang telah melewati jenjang pendidikan. Adanya “kongkalikong” dalam pelaksanaan ujian tersebut secara tidak langsung sebenarnya telah mendidik anak didik untuk berperilaku tidak jujur.  Lagi-lagi pendidikan mengabaikan sesuatu.
Untuk mengukur, yang paling pertama ditentukan adalah acuan. Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang mengarahkan ke arah positif. Kebenaran pendidikan adalah hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang tepat sehingga menghasilkan manusia dan masyarakat yang terdidik.
Latar belakang pendidikan yang tinggi tidak bisa menjadi refleksi manusia dan masyarakat terdidik. Seperti kasus yang telah disebutkan di atas, mereka adalah manusia terpelajar (memiliki latar pendidikan yang tinggi) namun belum bisa dikategorikan sebagai manusia terdidik. Lalu bagaimana sebenarnya manusia terdidik itu? Dan bagaimana peranannya dalam masyarakat?
Orang terdidik adaah orang yang berpendidikan tidak hanya pendidikan formal saja tetapi juga pendidikan nonformal. Sebetulnya orang dikatakan terdidik itu jika dia bisa menempatkan diri dengan baik. Contohnya didalam bermasyarakat, orang terdidik pasti memiliki tempat atau posisi yang lebih tinggi dan lebih dihormati. Berbeda dengan jika kita bersikap kurang baik di dalam masyarakat, tentunya kita akan mendapatkan cap sebagai orang yang tak berpendidikan walaupun mungkin kita pernah “makan bangku sekolah” juga. Orang berpendidikan juga pasti memiliki sopan santun yang baik, bisa bertutur kata dengan baik, dan juga bisa membawa diri. Mengapa bisa demikian, karena pendidikan tidak hanya memberi pengetahuan saja tetapi juga membentuk kepribadian seseorang (Anonim, 2011).
 Jadi, manusia terdidik adalah manusia yang telah dididik melalui proses pendidikan secara sistematik yang membentuk kepribadian dan kedewasaan pada dirinya. Dengan kata lain, output pendidikan adalah manusia yang cerdas baik secara intelektual, spiritual dan emosional. Ibarat rumah tangga, ketiga hal ini adalah pondasi utama yang harus dimiliki oleh setiap insan pendidikan untuk membangun rumah yang bermoral dan beradab. Ketika salah satu pondasi hilang, maka hancurlah seluruhnya.
Kasus KKN yang yang sering terjadi di tanah air adalah cerminan manusia yang hanya berorientasi pada intelektual semata. Mereka kehilangan dua pondasi utama, yaitu spiritual dan emosional. Dua hal inilah yang sering diabaikan dalam dunia pendidikan saat ini. Padahal, kedua hal tersebut sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual dalam membentuk manusia yang terdidik. Mereka kehilangan kesadaran, kemandirian dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar sehingga menjadikannya insan pendidikan yang “bengis” namun cerdas secara intelektual. Kecerdasan intelektual inilah yang digunakannya untuk   bisa menduduki jabatan yang tinggi lalu dengan kebengisanya itulah ia “menempatkan sesuatu yang tidak pada tempatnya”.
Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan ini, olenya itu sudah sepantasnya ada reformasi paradigma pendidikan. Yang tadinya hanya berorientasi pada satu pondasi yaitu kecerdasan intelektual yang diformulasikan dalam bentuk ijazah, menjadi lebih memperhatikan dua pondasi lainnya itu kecerdasan spiritual dan emosional yang dapat diperoleh dari “proses” pendidikan itu sendiri serta aplikasinya di masyarakat sehingga terwujudlah manusia terdidik, bermoral dan beradab.

DAFTAR PUSTAKA

2 comments:

  1. what should i say.. it so good.. karena saya tidak bisa membuat yang lebih bagus dari itu,, sebenarnya masih banyak yang bisa di uraikan sih,heheh tapi itu sudah cukup kok.. hahah

    # no comment \_^'^_/

    ReplyDelete